Selasa, 14 Oktober 2014

Ketika memasuki bulan Oktober, tentu ingatan kita tidak akan pernah lepas dari suatu peristiwa dimana peristiwa tersebut sampai saat ini kita yakini bersama sebagai tonggak adanya persatuan dan kesatuan bangsa ini, sehingga kita dapat terbebas dari belenggu penjajah. Ya, peristiwa tersebut adalah Kongres Pemuda II yang menghasilkan trilogi yang dikenal dengan "Sumpah Pemuda". Trilogi tersebut berisi pengakuan satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa : INDONESIA. 

Dibalik peristiwa besar tersebut ternyata mengisahkan satu nama, yang belum banyak kita kenal. Ya, mungkin nama itu terlalu kecil untuk mengimbangi kebesaran tokoh-tokoh pada masa itu, misalnya Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan mungkin tokoh-tokoh yang juga terlibat langsung dalam peristiwa tersebut misalnya Moh. Yamin atau mungkin WR. Supratman. 

Kemudian siapakah tokoh yang namanya belum banyak dikenal orang tersebut. Dialah Soegondo Djojopuspito. Tokoh sentral pada peristiwa Kongres Pemuda II yang berlangsung tanggal 27-28 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta). Beliau pada saat itu mendapat kepercayaan untuk memimpin jalannya kongres yang dihadiri oleh sebagian besar utusan-utusan (pimpinan) organisasi-organisasi kepemudaan yang ada di Indonesia. Beliau terpilih sebagai ketua kongres dan didampingi oleh Moh. Yamin sebagai sekretaris.

Soegondo Djojopuspito merupakan putra asli bumi wali, Kabupaten Tuban. Lahir di Tuban pada tanggal 22 Pebruari 1905. Ayahnya diketahui bernama Kromosardjono, seorang Penghulu dan Mantri Juru Tulis Desa  di Tuban. Sejak kecil Soegondo Djojopuspito sudah ditinggal ibunya. Ibunya meninggal dunia karena sakit-sakitan. Kemudian ayahnya menikah lagi dan pindah ke Kabupaten Brebes, Jawa Tengah dan mennjadi lurah disana.

Adapun Soegondo dan adiknya, Soenarjati, diangkat anak oleh pamannya yang bernama Hadisewojo, seorang Collecteur di wilayah Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Pamannya inilah yang berperan sangat besar dalam mengarahkan Soegondo dalam pendidikan. 

Soegondo mengenyam pendidikan HIS (Sekolah Dasar 7 tahun) tahun 1911-1918 di kota Tuban. Tahun 1919 setelah lulus HIS pindah ke Surabaya untuk meneruskan ke MULO (Sekolah Lanjutan Pertama 3 tahun) tahun 1919 - 1922 di Surabaya, dan oleh pamanya ia dititipkan mondok di rumah HOS Cokroaminoto (Tokoh Sarikat Islam) bersama Soekarno. 

Kemudian setelah lulus MULO, tahun 1922 melanjutkan sekolah ke AMS afdeling B (Sekolah Menengah Atas bagian B - paspal - 3 tahun) di Yogyakarta tahun 1922-1925, dan oleh pamannya melalui HOS Cokroaminoto dititipkan mondok di rumah Ki Hadjardewantoro di Lempoejangan Stationweg 28 Jogjakarta (dulu Jl. Tanjung, sekarang Jl. Gajah Mada), yaitu sebelah barat Puro Paku Alam.

Setelah lulus AMS tahun 1925 melanjutkan kuliah atas biaya pamannya dan bea siswa di Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta - didirikan tahun 1924 - cikal bakal Fakultas Hukum Universitas Indonesia sekarang). Ia mondok di rumah pegawai pos bersama beberapa pegawai pos Pasar Baru lainnya di Gang Rijksman (belakang Rijswijk - sekarang Jl Juanda belakang Hotel Amaris Stasiun Juanda), sehingga ia bisa membaca majalah Indonesia Merdeka asuhan Mohammad Hatta terbitan Perhimpunan Indonesia di Negeri Belanda yang dilarang masuk ke Indonesia. 

Selama menjadi mahasiswa, beliau hidup dalam keadaan yang sulit. Hanya punya satu baju, yang harus dicuci dulu kalau mau kuliah. Kuliah di RHS hanya mencapai lulus tingkat Candidat Satu (C1), setelah Propadeus, karena bea siswanya dicabut akibat kegiatan politiknya dan juga pamannya meninggal dunia (sekarang setingkat dengan ijazah D2, karena sistem pendidikan sekolah tinggi pada waktu itu adalah terdiri atas 4 jenjang, yaitu: Propadeus, Candidat 1 dan Candidat 2, serta Doktoral).

Mengapa Soegondo terpilih menjadi menjadi Ketua Kongres Pemuda II tersebut? Jawabanya adalah karena Soegondo merupakan anggota PPI (persatuan Pemuda Indonesia), yaitu organisasi pemuda yang independen pada waktu itu, karena tidak berdasarkan kesukuan. Soegondo terpilih menjadi ketua sebelum kongres tersebut berlangsung, dengan persetujuan Drs. Moh. Hatta yang menjabat sebagai ketua PPi di negeri Belanda dan Ir. Soekarno yang berada di Bandung sebagai tokoh yang paling berpengaruh pada  waktu itu. 

Kandidat ketua lainnya saat itu adalah Mohammad Yamin, tetapi beliau berasal dari Yong Sumatra (kesukuan), sehingga diangkat menjadi Sekretaris. Perlu diketahui bahwa Moh. Yamin adalah Sekretaris dan juga salah satu peserta yang mahir berbahasa Indonesia (sastrawan), sehingga hal-hal yang perlu diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia yang benar tidak menjadi hambatan (seperti diketahui bahwa notulen rapat ditulis dalam bahasa Belanda yang masih disimpan dalam museum).

Kongres Pemuda II atas kepemimpinan Soegondo Djojopuspito, walaupun dengan pengawasan ketat dari pihak belanda, namun dapat berlangsung dengan lancar dan sukses. Seperti kita ketahui bersama, bahwa kongres tersebut menghasilkan Sumpah Pemuda 1928 yang terkenal itu, di mana Para Pemuda setuju dengan Trilogi: Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa: INDONESIA. Trilogi ini lahir pada detik terakhir kongres, di mana Yamin yang duduk di sebelah Soegondo menyodorkan secarik kertas kepada Soegondo seraya berbisik: Ik heb een elganter formuleren voor de resolutie (saya mempunyai rumusan resolusi yang lebih luwes). Dalam secarik kertas tersebut tertulis 3 kata/trilogi: satu nusa, satu bangsa, satu bahasa. Selanjutnya Soegondo memberi paraf pada secarik kertas itu yang menyatakan setuju, dan diikuti oleh anggauta lainnya yang menyatakan setuju juga.

Selain trilogi itu, juga telah disepakati Lagu Kebangsaan: Indonesia Raya ciptaan Wage Rudolf Supratman. Dalam kesempatan ini, WR Supratman berbisik meminta izin kepada Sugondo agar boleh memperdengarkan Lagu Indonesia Raya ciptannya. Karena Konggres dijaga oleh Polisi Hindia Belanda, dan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan (misalnya Konggres dibubarkan atau para peserta ditangkap), maka Sugondo secara elegan dan diplomatis dengan bisik-bisik kepada WR Supratman dipersilahkan memperdengarkan lagu INDONESIA RAYA dengan biolanya, sehingga kata-kata Indonesia Raya dan Merdeka tidak jelas diperdengarkan (dengan biola). Hal ini tidak banyak yang tahu mengapa WR Supratman memainkan biola pada waktu itu.

Setelah peristiwa Sumpah Pemuda 1928, Soegondo aktif dalam pergerakan perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia. Diantaranya aktif sebagai guru dan masuk partai politik. Pada tanggal 11 Desember 1928 bersama Mr. Sunario Sastrowardoyo mendirikan Perguruan Rakyat yang beralamat di Gang Kenari No. 15 Salemba, dan diangkat sebagai Kepala Sekolah. Namun pada tahun 1930 ia diminta oleh Ki Hadjar Dewantara untuk menjadi guru Perguruan Taman Siswa Bandung. Pada waktu di Bandung tahun 1930 ia mulai sebagai simpatisan PNI (Perserikatan Nasional Indonesia) pimpinan Ir. Soekarno. Tahun 1932, ia diangkat menjadi Kepala Sekolah Perguruan Taman Siswa Bandung. Tahun 1933 menikah dengan penulis Suwarsih Djojopuspito di Cibadak dan isterinya ikut membantu mengajar di Perguruan Taman Siswa Bandung. 

Pada tahun 1933 ketika Pemerintah Hindia Belanda di bawah Pemerintahan Gubernur General Mr. Bonifacius Cornelis de Jonge, maka para aktivis politik mulai ditangkap. Dan selanjutnya tahun 1934 itu juga, giliran Sugondo juga ditangkap, namun tidak terbukti bahwa ia anggauta partai, sehingga ia hanya mendapat larangan mengajar (Onderwijs Verbod) oleh Pemerintah Hindia Belanda. Setelah larangan mengajar dicabut tahun 1935 ia pindah ke Bogor dan mendirikan Sekolah Loka Siswa, namun sepi murid, sehingga ditutup.

Setelah gagal mendirikan Sekolah Loka Siswa di Bogor, Sugondo pada tahun 1936 pindah mencari pekerjaan ke Semarang, dan ia mengajar di sekolah Taman Siswa Semarang, sedangkan isterinya bekerja di sekolah pimpinan Drs. Sigit. Namun kemudian akhir tahun 1936 ia pindah ke Surabaya bekerja sebagai wartawan lepas De Indische Courant Soerabaia. Setelah di Surabaya, tahun 1938 ia pindah lagi ke Bandung dan Sugondo diterima menjadi guru di Handels Cologium Ksatria Instituut (Sekolah Dagang Ksatria) pimpinan Dr. Douwes Dekker.

Ketika keadaan Eropa genting, menjelang Perang Dunia II, maka pada tahun 1940 Soegondo pindah ke Batavia ikut isterinya yang mengisi lowongan guru yang ditinggal pergi orang Balanda. Soewarsih menjadi guru di GOSVO (Gouvernement Opleiding School voor Vak Onderwijzeressen Paser Baroe Batavia - Sekolah Guru Kepandaian Putri Negeri Pasar Baru Batavia - sekarang SMKN 27 Pasar Baru). Ia sempat bekerja di Centraal Kantoor voor de Statistiek Pasar Baru (CKS - Badan Pusat Statistik) sebelah GOSVO tempat isterinya bekerja, dan juga sebagai wartawan lepas De Bataviaasch Nieuwsblad.

Ketika Jepang datang ke Indonesia dan mengambil alih pemerintahan dari Belanda, Soegondo bekerja sebagai pegawai Shihabu (Kepenjaraan), dan berkantor di Jl. Cilacap Jakarta Pusat, serta pindah rumah di Jl. Serang No. 13, Jakarta Pusat, rumah bekas orang Belanda yang pulang ke Eropa akibat penjajahan Jepang (di muka rumah Mr. Johannes Latuharhary sebelah dokter Soeradi).

Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, Soegondo aktif dalam Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) (beranggotakan 28 orang saja). Pada masa RIS, dalam Negara Republik Indonesia dengan Acting Presiden Mr. Assaat, Sugondo diangkat dalam Kabinet Halim sebagai Menteri Pembangunan Masyarakat. 

Setelah tahun 1950, meskipun usianya masih 46 tahun, beliau memilih pensiun sebagai bekas menteri dan perintis kemerdekaan, membaca buku dan sering bertemu dengan rekan seperjuangan dalam dan luar negeri. Pernah Presiden Sukarno (sebagai kawan yang pernah sepondokan) tahun 1952 meminta ia datang ke Jakarta, yang disampaikan kepada isterinya waktu datang di istana mengantarkan kakaknya, ia berujar: Waar is Mas Gondo, laat hem maar bij mij even komen, ik zal een positie voor hem geven (Dimana Mas Gondo, suruh dia menemui saya, akan saya beri jabatan untuk dia), tetapi ia menolak jabatan ini, tidak ada kejelasan mengapa ia menolak. 

Kawan dekatnya sebelum tahun 1955 adalah Sultan Hamengkubuwono IX. Pada tahun 1978 wafat kemudian dimakamkan di Pemakamam Keluarga Besar Tamansiswa Taman Wijayabrata di Celeban, Umbulharjo - Yogyakarta.

Atas jasa pada masa mudanya dalam memimpin Sumpah Pemuda, maka oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1978 diberikan Tanda Kehormatan Republik Indonesia: berupa Bintang Jasa Utama. Selain itu, ia juga mendapat Satya Lencana Perintis Kemerdekaan pada tahun 1992.

Selain itu pihak Kemenpora telah mengabadikan nama ia pada Gedung Pertemuan Pemuda sebagai Wisma Soegondo Djojopoespito Cibubur milik PP-PON (Pusat Pemberdayaan Pemuda dan Olahraga Nasional) yang dibangun oleh Kemenpora dan diresmikan oleh Menpora pada tanggal 18 Juli 2012. Gedung ini disediakan kepada umum untuk dapat dimanfaatkan, terutama untuk kegiatan kepemudaan - pramuka - olahraga untuk tingkat lokal maupun nasional. Pada waktu peresmian sedang dimanfaatkan untuk penggemblengan pelaku Paskibraka 2012.

Sampai dengan saat ini, sudah banyak pelaku sejarah setelah 1928 yang mendapat pengakuan Pahlawan Nasional, namun beliau hingga kini belum mendapat pengakuan Pahlawan Nasional, mengingat setiap tahun peristiwa Sumpah Pemuda 1928 selalu diperingati secara resmi. Namun pihak Kemenpora sejak bulan Juli 2012 sedang mengusungnya menjadi Pahlawan Nasional.
 
Demikianlah sepenggal kisah seorang pejuang besar, yang berasal dari Bumi Wali - Kabupaten Tuban. Walaupun namanya tidak begitu familiar, namun kita patut untuk meneladaninya. Dengan  meneladani tokoh-tokoh pemuda pada masa itu, mungkin kita bisa memperbaiki moral pemuda-pemuda kita yang semakin hari semakin merosot. Semoga sepenggal kisah teladan ini dapat memotivasi dan mengispirasi kita untuk senantiasa mengisi kemerdekaan ini dengan hal-hal positif, dan selalu menghargai jasa-jasa para pahlawan negeri ini. Dan semoga beliau segera diberikan tanda kehormatan berupa gelar "Pahlawan Nasional" oleh pemerintah negeri ini.

Pustaka : Wikipedia, Majalah Akbar Edisi 198

Senin, 13 Oktober 2014


PENGERTIAN PARADIGMA PEMBANGUNAN

Istilah paradigma pada awalnya berkembang dalam ilmu pengetahuan, terutama dalam kaitanya dalam filsafat ilmu pengetahuan. Secara umum paradigma pembangunan adalah suatu model, pola, merupakan sistem berfikir sebagai upaya untuk melaksanakan perubahan yang direncanakan guna mewujudkan cita–cita kehidupan masyarakat menuju hari esok yang lebih baik. 

Dalam rumusan pembukaan UUD 1945 alinea IV dinyatakan bahwa tujuan Negara Republik Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka bangsa Indonesia menyelenggarakan proses pembangunan Nasional. Dalam pelaksanaan pembangunan Nasional mengacu pada kepribadian bangsa dan nilai–nilai luhur yang universal untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera, maju  serta kokoh kekuatan moral dan etikanya.

Hakikat kedudukan Pancasila sebagai paradigma pembangunan mengandung pengertian bahwa dalam segala aspek pembangunan Nasional, harus berlandaskan kepada nilai–nilai yang terkandung dalam sila–sila Pancasila. Arah pembangunan dan pelaksanaannya tidak boleh menyimpang dari Pancasila. Pembangunan diarahkan untuk mencapai kemajuan dalam bidang fisik. Peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas secara jasmani dan rohani. Selain itu Pancasila dijadikan sebagai moral pembangunan yang merupakan tolak ukur dalam melaksanakan pembangunan nasional baik dalam perencanaan, pangorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasinya.

1. Pancasila  Sebagai Paradigma Reformasi Pembangunan 

Reformasi secara etimologi berasal dari kata reformation, dengan akar kata reform. Secara harfiyah reformasi memiliki makna suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal–hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai–nalai ideal yang diciptakan rakyat.

Gerakan reformasi biasanya dilandasi oleh nilai–nilai dasar yang terkandung dalam ideologi nasional yaitu gerakan reformasi yang berperspektif Pancasila, antara lain :
  1. Reformasi yang Berketuhanan Yang Maha Esa, yang berarti bahwa suatu gerakan ke arah perubahan yang lebih baik bagi kehidupan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang berlandaskan moral religius dan harus meningkatkan nilai–nilai keagamaan.
  2. Reformasi yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berarti reformasi harus dilakukan dengan dasar–dasar nilai martabat manusia yang beradap. Sehingga harus dilandasi moral kemanusiaan yang luhur, menghargai nilai–nilai kemanusiaan. 
  3. Semangat reformasi harus berdasarkan pada nilai persatuan sehingga reformasi harus tetap menjamin tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, reformasi harus senantiasa dijiwai asas kebersamaan sebagai suatu bangsa dan Negara Indonesia yang merdeka.
  4. Semangat dan jiwa reformasi harus berakar pada asas kerakyatan. Maksudnya gerakan reformasi harus mengembalikan tatanan pemerintahan Negara yang benar–benar demokratis.
  5. Visi dasar gerakan reformasi harus jelas. Yaitu demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Pancasiala merupakan paradigma reformasi yang sedang dijalankan bangsa dan negara di Indonesia diberbagai bidang kehidupan.

2. Pancasila  Sebagai  Paradigma  Pembangunan  IPTEK

Pancasila sebagai paradigma pembangunan Iptek, bahwa Pancasila memberi dasar nilai bagi pembangunan Iptek demi kesejahteraan manusia. Pancasila harus dijadikan sumber nilai, kerangka berfikir, serta dasar moralitas. 

Adapun hakekat Pancasila sebagai paradigma pembangunan Iptek adalah sebagai berikut :

1.  Sila Ketuhanan Yang Maha Esa.

Memberikan landasan bahwa pembangunan Iptek tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan dan diciptakan, tetapi harus memperhitungkan akibatnya bagi manusia dan lingkungan, pengolahan harus diimbangi dengan melestarikan.

2.  Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.

Memberikan landasan bahwa pembangunan Iptek harus bersifat beradap dan diadabkan untuk meningkatkan harkat dan martabat, mewujudkan kesejahteraan manusia.

3.  Sila Persatuan Indonesia 

Memberikan arahan bahwa pembangunan Iptek hendaknya dapat mengembangkan Nasionalisme, kebersamaan bangsa dan keluhuran bangsa sebagai bagian umat manusia.

4. Sila Kerakyatan Yang dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan.

Landasan / dasar pembangunan Iptek secara demokratis setiap Ilmuwan :   
  • Memberikan kebebasan untuk mengembangkan Iptek. 
  • Menghormati dan manehargai kebebasan orang lain. 
  • Terbuka untuk dikritik dan dikaji ulang, maupun dibandingkan dengan teori lain. 

5.  Sila Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. 

Mengkomplementasikan pembangunan Iptek harus menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan :   
  • Keadilan hubungan dengan dirinya sendiri. 
  • Manusia dengan Tuhannya 
  • Manusia dengan manusia lain. 
  • Manusia dengan masyarakat, bangsa, dan Negara. 
  • Manusia dengan alam lingkungannya
3.  Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan dan Keamanan.
a.  Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Bidang Ideologi. 
Dalam pembangunan Ideologi Pancasila harus senantiasa diperhatikan : 
  1. Kedudukan Pancasial sebagai Ideologi terbuka, artinya Pancasila berbentuk Ideologi yang idealis, realistis, dan fleksible.
  2. Wawasan kebangsaan Indonesia (Nasionalisme), yang berarti Indonesia bukan berdasarkan kepada ajaran agama tertentu.
b.  Pancasila Sebagai Paradigma Bidang Politik. 
Pewujudan Pancasila dalam pengembangan kehidupan politik dapat dilakukan dengan cara:
  1. Mewujudkan tujuan Negara demi peningkatan harkat dan martabat manusia Indonesia.
  2. Memposisikan rakyat sebagai subyek, bukan hanya obyek politik. 
  3. Sistem politik harus berdasarkan tuntunan hak dasar kemanusiaan sehingga mampu menciptakan sistem yang menjamin perwujudan hak asasi manusia. 
  4. Para penyenggara Negara dan para politisi memegang budi pekerti kemanusiaan serta memegang teguh cita–cita moral rakyat Indonesia.
c.  Pancasila Sebagai Paradigma Bidang Ekonomi.
Perwujudan Pancasiala sebagai paradigma dan moralitas dalam pembangunan bidang ekonomi dapat dilakukan dengan cara :
  1. Sistem ekonomi Negara mendasarkan pemikiran pengembangan ekonomi atas dasar moral, kemanusiaan dan ketuhanan.
  2. Menghindari pengembangan ekonomi yang mengarah pada sistem monopoli dan persaingan bebas.
  3. Mengembangkan system ekonomi kerakyatan dan kekeluargaan untuk mencapai kesejahteraan rakyat yang luas dan merata.
d.  Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Bidang Sosial Budaya. 
Pembangunan social budaya termasuk salah satu aspek pembangunan yang penting dan senantiasa terus ditingkatkan kualitasnya. Pancasiala menjadi dasar moralitas utama untuk menyelenggarakan proses pembangunan dalam aspek ini diwujudkan dengan cara :
  1. Senantiasa berdasarkan kepada system nilai yang sesuai denga nilai budaya.
  2. Pembangunan ditujukan untuk meningkatkan derajat kemerdekaan dan kebebasan spiritual manusia.
  3. Menciptakan system social budaya yang beradab melalui pendekatan kemanusiaan secara universal / umum.
e.  Pancasila Sebagai Paradigma Bidang Pertahanan dan Keamanan. 
Pembangunan dalam bidang ini mutlak dilakukan berlandaskan pada nilai–nilai Pancasila. Perwujudan nilai–nilai Pancasila dalam bidang pertahanan dan keamanan dapat dilakukan dengan cara :
  1. Pertahanan dan keamanan Negara harus berdasarkan pada tujuan demi tercapainya kesejahteraan hidup manusia. 
  2. Pertahanan dan keamanan Negara berdasarkan tujuan demi tercapainya kepentingan seluruh warga Negara Indonesia. 
  3. Pertahanan dan keamanan mampu menjamin hak asasi manusia, persamaan derajat dan kebebasan kemanusiaan. 
  4. Pertahanan dan keamanan Negara diperuntukan demi perwujudan keadilan dalam kehidupan masyarakat.
Latar Belakang
Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu belajar dapat terajadi kapan saja dan dimana saja. Belajar merupakan serangkaian kegiatan jiwa dan raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor. Jadi hakekat belajar adalah perubahan sebagai hasil dari proses belajar itu yang bisa terjadi dengan adanya perubahan pada tingkatan pengetahuan, ketrampilan , atau sikapnya.
 Proses belajar mengajar merupakan interaksi antara pendidik dan anak didiknya yang dapat dilakukan dilingkungan formal, informal maupun nonformal. Apabila proses tersebut terjadi di Sekolah, maka perubahan dalam diri siswa terjadi secara terencana, baik dalam aspek pengetahuan , keterampilan maupun sikapnya. Dan proses interaksinya terjadi di lingkungan Sekolah dengan siswa lain, Guru, bahan atau materi pelajaran, fasilitas – fasilitas Sekolah, dan petugas – petugas Sekolah yang lain.
Proses belajar mengajar di lingkungan formal pada saat sekarang ini sesuai dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sangat memerlukan pemanfaatan hasil teknologi berupa fasilitas, media dan alat, agar tercapainya tujuan pembelajaran secara efektif dan efesien.
Dalam proses pembelajaran sangat diperlukan media untuk menyampaikan  pesan – pesan atau materi kepada peserta didik. Sehingga media merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam  proses belajar mengajar demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya, dan khususnya tujuan pembelajaran di Sekolah.  Dari segi klasifikasinya, media pembelajaran yang paling sering digunakan dalam proses belajar mengajar adalah media pembelajaran berbasis visual dan media pembelajaran berbasis audio visual.


PEMBAHASAN
            Proses belajar mengajar pada hakekatnya adalah suatu proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan (isi atau materi pelajaran) dari sumber pesan melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan (siswa/peserta didik). Penyampaian pesan ini bisa dilakukan melalui simbul-simbul komunikasi berupa simbul-simbul verbal dan non-verbal atau visual, yang selanjutya ditafsirkan oleh penerima pesan (Criticos, 1996). Adakalanya proses penafsiran tersebut berhasil dan terkadang mengalami kegagalan  yang disebabkan oleh beberapa faktor, mislnya:

  1. Hambatan psikologis, yang menyangkut minat, sikap, kepercayaan, inteligensi, dan pengetahuan. 
  2. Hambatan fisik , berupa kelelahan, keterbatasan daya alat indera, dan kondisi kesehatan penerima pesan. 
  3. Hambatan cultural, berupa perbedaan adat istiadat, norma-norma sosial, kepercayaan dan nilai-nilai panutan. 
  4. Hambatan lingkungan, yaitu hambatan yang ditimbulkan oleh situasi dan kondisi keadaan lingkungan  sekitar
Agar    pembelajaran   dapat   berlangsung  secara    efektif , maka   sedapat   mungkin dalam   penyampaian   pesan   (isi/materi pelajaran)   dibantu   dengan  menggunakan media pembelajaran. Diharapkan    dengan     pemanfaatan    sumber     belajar     berupa    media pembelajaran tersebut,   proses   komunikasi   dalam   kegiatan   belajar   mengajar
berlangsung  lebih efektif dan efisien

Berdasarkan deskripsi di atas, maka media adalah bagian yang sangat penting dan tidak terpisahkan dari proses pembelajaran, terutama untuk mencapai tujuan pembelajaran itu sendiri. Dalam proses pembelajaran, media yang paling sering digunakan adalah media berbasis visual dan audio visual.



A.    KLASIFIKASI MEDIA PEMBELAJARAN

Media pembelajaran merupakan unsur instruksional yang meliputi pesan, orang dan peralatan. Dengan adanya berbagai pengaruh ke dalam dunia pendidikan (misalnya teori/konsep baru, dan teknologi), maka media pembelajaran terus mengalami perkembangan dan tampil dalam berbagai jenis dan format, dengan masing – masing cirri dan kemampuannya sendiri. Dari sinilah kemudian muncul usaha – usaha untuk mengklasifikasikan atau mengelompokkan media – media tersebut.

Menurut Rudy Bretz, ia mengklasifikasikan media pembelajaran berdasarkan unsur pokoknya, yaitu : suara, visual (berupa gambar, garis, dan simbol), dan gerak. Sedangkan C.J. Ducan mengelompokkan media pembelajaran berdasarkan tingkat kerumitan perangkatnya, yaitu big media (rmit dan mahal), dan little media (sederhana dan murah).

Beberapa ahli lain mengklasifikasikan media pembelajaran berdasarkan pertimbangan yang lebih fokus pada proses dan interaksi dalam belajar. Separti Gegne misalnya, ia mengelompokkan media berdasarkan tingkatan hirarki belajar, yaitu : benda yang didemonstrasikan, komunikasi lisan, media cetak, gambar diam, gambar bergerak, film bersuara, dan mesin elajar.

Berdasaran perkembangan teknologi, Arsyad (2002) mengelompokkan media pembelajaran menjadi empat, yaitu: media hasil teknologi cetak, teknologi audio visual, teknologi berbasis computer, dan gabungan teknologi cetak dan komputer. Sedangkan Seels dan Glasgow membagi media ke dalam dua kelompok besar, yaitu: media tradisional dan media teknologi mutakhir. Pilihan media tradisional berupa media visual diam tak diproyeksikan dan yang diproyeksikan, audio, penyajian multimedia, visual dinamis yang diproyeksikan, media cetak, permainan, dan media realita. Sedangkan pilihan media teknologi mutakhir berupa media berbasis telekomunikasi (misal teleconference) dan media berbasis mikroprosesor (misal: permainan komputer dan hypermedia).



B.   MEDIA  PEMBELAJARAN  BERBASIS  VISUAL

Media berbasis visual (image/perumpamaan) memegang peran yang sangat penting dalam proses belajar mengajar. Media ini dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan. Dalam pemahaman isi suatu materi pelajaran, secara nalar dapat dibuktikan bahwa dengan penggunaan media ini akan lebih menjamin terjadinya pemahaman yang lebih baik pada siswa. Siswa yang belajar hanya lewat mendengarkan penjelasan dari guru, akan berbeda tingkat pemahamannya dengan siswa yang belajar dengan mendengarkan sekaligus melihat. Serta ingatannya akan lebih bisa bertahan lama.

Hal ini disebabkan karena pemahaman yang masih abstrak lewat penjelasan – penjelasan guru, dapat dikongkretkan oleh visual tersebut. Selain itu visual dapat pula menumbuhkan minat siswa dalam belajar, dan dapat memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata. Agar menjadi efektif, visual sebaiknya ditempatkan pada konteks yang bermakna dan siswa harus berinteraksi dengan visual tersebut. Hal ini bertujuan untuk lebih meyakinkan terjadinya proses informasi.

 Bentuk visual dapat berupa :

  1. Gambar representasi seperti gambar, lukisan atau foto yang menunjukkan bagaimana tampaknya suatu benda. 
  2. Diagram yang melukiskan hubungan-hubungan konsep, organisasi dan struktur isi material. 
  3. Peta yang menunjukkan hubungan-hubungan ruang antara unsur-unsur dalam isi materi 
  4. Grafik seperti table, grafik, dan chart yang menyajikan gambaran/kecendrungan data.
         Keberhasilan penggunaan media berbasis visual ditentukan oleh kualitas dan efektifitas bahan – bahan visual tersebut. Hal ini dapat dicapai dengan mengatur dan mengorganisasikan gagasan – gagasan yang timbul, serta merencanakannya dengan seksama.

Ada beberapa prinsip umum yang perlu diketahui untuk penggunaan efektif media berbasis visual, diantaranya sebagai berikut:

  1. Usahakan visual itu sesederhana mungkin. 
  2. Visual digunakan untuk menekankan informasi sasaran sehingga pembelajaran dapat terlaksana dengan baik. 
  3. Gunakan grafik untuk menggambarkan ikhtisar keseluruhan materi sebelum menyajikan unit-unit pelajaran.
  4. Ulangi sajian visual dan libatkan siswa untuk meningkatkan daya ingat. 
  5. Gunakan gambar untuk melukiskan perbedaan konsep-konsep. 
  6. Hindari visual yang  tak berimbang. 
  7. Tekankan kejelasan dan ketepatan dalam semua visual.
  8. Visual diproyeksikan harus dapat terbaca dan mudah dibaca. 
  9. Unsur-unsur pesan dalam visual itu harus ditonjolkan dan dengan mudah dibedakan dari unsur-unsur latar belakang. 
  10. Keterangan gambar harus disiapkan.
  11. Warna harus digunakan secara realistik. 
  12. Warna dan pemberian bayangan digunakan untuk mengarahkan perhatian dan membedakan komponen-komponen.

 C.   MEDIA  PEBELAJARAN  BERBASIS  AUDIO  VISUAL

Berdasarkan penelitian, media audio visual sangat efektif digunakan dalam proses belajar mengajar. Karena selain melihat visualisasi dari materi pelajaran, siswa dapat mendengarkan langsung penjelasan dari visualisasi itu. Hal ini tentunya akan dapat memperkuat ingatan siswa dalam memahami materi pelajaran tersebut. Karena seolah – olah siswa itu mengalaminya langsung. Berbeda jika hanya dengan melihat gambar saja, atau hanya dengan mendengarkan penjelasan dari guru.

Media berbasis Audio Visual dapat berupa film, rekaman video, dan lain – lain. Media audio visual merupakan media visual yang menggabungkan penggunaan suara. Media ini memerlukan pekerjaan tambahan untuk menciptakannya. Salah satu pekerjaan penting yang diperlukan dalam media audio visual adalah penulisan naskah dan storyboard yang memerlukan persiapan yang banyak, rancangan , dan penelitian.

        Naskah yang menjadi bahan narasi disaring dari isi pelajaran yang kemudian disintesiskan  ke dalam apa yang ingin ditunjukkan dan dikatakan. Narasi ini merupakan penuntun untuk memikirkan bagaiman video menggambarkan atau memvisualisasi materi pelajaran. Hal penting yang harus diperhatikan adalah pada awal pelajaran media harus mempertunjukkan sesuatu yang dapat menarik perhatian semua siswa.

Sedangkan untuk mengembangkan storyboard, harus memperhatikan  beberapa hal berikut ini:
  1. Menetapkan jenis visual apa yang akan digunakan untuk mendukung isi pelajaran, dan mulai membuat sketsanya.
  2. Pikirkan bagian yang akan diperankan audio dalam paket program tersebut. Audio bisa dalam bentuk diam, sound effect khusus, suara latar belakang, musik, dan lain – lain. Kombinasi suara akan memperkaya paket program itu.
  3. Lihat dan yakinkan bahwa seluruh isi pelajaran tercakup dalam storyboard. 
  4. Review storyboard sambil mengecek hal – hal berikut : semua audio dan grafik cocok dengan teks, pengantar dan pendahuluan menampilkan penarik perhatian, informasi penting telah dicakup, narasi harus singkat dan padat, alur dan organisasi program mudah diikuti dan dimengerti.
  5. Catat semua komentar, kritik, dan saran – saran orang sekitar. 
  6. Revisi untuk persiapan akhir sebelum memulai penyajian.

Selain dengan pembuatan film, media audio visual juga dapat berupa permainan, simulasi, dan belajar realita atau  mempraktekannya langsung di lapangan. Hal ini tentu akan sangat besar pengaruhnya  terhadap  pemahaman dan ingatan siswa, karena    siswa    akan    mengalaminya   secara  langsung.  Hal ini akan  memberikan pengalaman yang berbeda dengan media – media lain.

Media audio visual ini sangat menarik dan memotivasi siswa, materi audio dalam media ini dapat digunakan untuk:
  1. Mengembangkan keterampilan mendengar dan mengevaluasi apa yang telah didengar. 
  2. Mengatur dan mempersiapkan diskusi.
  3. Menjadikan model yang akan ditiru siswa.
  4. Menyampaikan variasi yang menarik dalam pemnbelajaran.
 
KESIMPULAN 
  1. Media pembelajaran adalah alat untuk menyampaikan dan mengantar pesan pembelajaran.
  2. Media pembelajaran diklasifikasikan menjadi beberapa jenis menurut sifatnya, proses interaksi pembelajaran, dan perkembangan teknologi. 
  3. Media berbasis visual dapat berupa gambar presentasi, diagram, peta, dan grafik. 
  4. Media berbasis audio visual berupa film, dan video. Selain itu permaianan, simulasi, dan belajar realita  juga termasuk dalam kelompok media ini.
  5. Manfaat media pembelajaran adalah pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa, bahan pelajaran akan lebih bermakna, metode mengajar akan bervariasi, dan siswa akan lebih banyak melakukan kegiatan balajar.

Categories

Unordered List

Sample Text

Blog Archive

Popular Posts

Recent Posts

praktek

Text Widget